REVIEW BUKU “TUHAN, MAAF KAMI SEDANG SIBUK”
Baru mendengar judulnya saja, sudah membuat kita
penasaran seperti apa isinya. Judulnnya seakan membuat pembacanya bertanya,
“Orang sombong mana yang berani-beraninya ngomong begitu pada Tuhan ?”. Sangat
benar bahwa menariknya suatu judul buku tidak menjamin isinya juga menarik.
Oleh karena itu, saya akan memberikan sekilas hasil gambaran yang saya dapat
setelah membaca buku yang merupakan best seller pada awal tahun ini.
Ahmad
Rifai Rifan, seorang
alumnus fakultas teknik ITS merupakan penulis buku bernuansa agama ini. Beliau begitu kreatif dalam memutuskan judul “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk”. Beliau sama sekali tidak hendak melawan Tuhan atau membantah perintah-Nya layaknya anak SD yang disuruh membeli gula di warung lalu berpura-pura bahwa ia sedang mengerjakan PR. Namun beliau justru sedang membela agama-Nya dengan memberi sindiran pada orang-orang yang mengaku beriman tapi dalam urusan ibadah menomor sekiankan shalatnya, sedekahnya, zakatnya, dan sebagainya. Sama seperti anak SD tadi, ketika disuruh malah ngeles, bilang ini itu. Ketika ada panggilan shalat misalnya, malah berdalih secara lisan pada orang sekitar atau membuat pembenaran pada diri sendiri dengan berkata “Ah, shalatnya sebentar dulu deh, sekarang kan lagi ada tugas dari dosen”, “Sekarang kan lagi seru-serunya nih film, shalatnya setelah filmnya selesai lah”, “Agenda rapat masih ada nih, kalau shalat kan bisa nanti sedangkan agenda ini deadlinenya tidak bisa ditunda”, serta berjuta alasan canggih lainnya. Namun, semuanya punya satu arti : God, Sorry, We’re busy now. Ternyata, sikap seperti ini adalah sikap kekanak-kanakan layaknya anak SD tadi, bukan ?
alumnus fakultas teknik ITS merupakan penulis buku bernuansa agama ini. Beliau begitu kreatif dalam memutuskan judul “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk”. Beliau sama sekali tidak hendak melawan Tuhan atau membantah perintah-Nya layaknya anak SD yang disuruh membeli gula di warung lalu berpura-pura bahwa ia sedang mengerjakan PR. Namun beliau justru sedang membela agama-Nya dengan memberi sindiran pada orang-orang yang mengaku beriman tapi dalam urusan ibadah menomor sekiankan shalatnya, sedekahnya, zakatnya, dan sebagainya. Sama seperti anak SD tadi, ketika disuruh malah ngeles, bilang ini itu. Ketika ada panggilan shalat misalnya, malah berdalih secara lisan pada orang sekitar atau membuat pembenaran pada diri sendiri dengan berkata “Ah, shalatnya sebentar dulu deh, sekarang kan lagi ada tugas dari dosen”, “Sekarang kan lagi seru-serunya nih film, shalatnya setelah filmnya selesai lah”, “Agenda rapat masih ada nih, kalau shalat kan bisa nanti sedangkan agenda ini deadlinenya tidak bisa ditunda”, serta berjuta alasan canggih lainnya. Namun, semuanya punya satu arti : God, Sorry, We’re busy now. Ternyata, sikap seperti ini adalah sikap kekanak-kanakan layaknya anak SD tadi, bukan ?
Selain
itu, beliau juga menyentil asumsi mayoritas masyarakat tentang pernikahan. Bila
kebanyakan orang-orang menganggap bahwa pernikahan itu mesti bermateri, nggak
boleh cepat-cepat, dan menganggap nikah akan mengurangi rejeki dengan adanya
tanggungan yang harus dihidupi sehingga istilah ‘banyak anak banyak rejeki’
sudah dianggap tak berlaku lagi, dalam bukunya itu logika tersebut dijungkir
balikkan seratus delapan puluh derajat. Ditulis bahwa dalam agama logika diatas
adalah pemahaman yang keliru. Soal materi misalnya. Jelas dalam hadist bahawa
jika seseorang memilih pasangan karena hartanya, ketampanannya, ataupun
pangkatnya, maka dia akan merugi dan kehidupan rumah tangganya tidak akan
berkah. Umat muslim masa kini bahwa yang dimaksud dalam hadist tersebut adalah
tentang urutan memilih pasangan yakni pertama agamanya, lalu hartanya, lalu
wajahnya, dan terakhir jabatannya, dan memilih pasangan dengan alasan apapun
diantara keempat itu sah-sah saja dan tidak akan membawa dampak negatif nantinya. Alasan agama dianggap prioritas dan
alasan lainnya adalah alternatif. Padahal yang benar adalah : Alasan agama
adalah alasan mutlak tanpa ada tawar menawar.
Disamping
dua hal itu, Ahmad Rifai juga membahas hal-hal lain yang juga menjadi
kekeliruan umum di kalangan masnyarakat. Ada penjelasan tentang kesalahpahaman
memahami takdir, tentang wanita karier, tentang betapa gilanya orang jaman
sekarang mengejar titel, dan fenomena-fenomena lain yang dianggap lumrah namun
ternyata tidak sejalan dengan agama yang tentunya materi tersebut sayang bila
tidak diketahui umat.
Setelah
penjajakan selama hampir sebulan, maka saya dapat mengatakan bahwa buku ini
very recommended buat berbagai kalangan, bukan cuma kalangan dewasa saja, tapi
mahasiswa dan ABG pun cocok membacanya karena bahasa yang digunakan mudah
dipahami pada usia tersebut. Justru menurut saya pemahaman tentang jangan
meremehkan ibadah ini mesti ditanamkan sejak dini lho, minimal saat remaja
mengawali masa balighnya. Buat para remaja dan orang dewasa yang sudah faham
isi buku ini tentu dapat mengajarkan pesan buku ini pada anak-anak pra-baligh
sesuai bahasa mereka tentunya.
Keterangan Buku :
Penulis : Ahmad
Rifai Rifan
Penerbit : PT Elex Media Komputindo
Harga :
Rp.55.000,-
Tebal : xiv +
346 halaman
Komentar
Posting Komentar
Sesederhana apapun idemu kemudian dituliskan dengan jujur, it's something.