Dana, dana, oh Dana
Sebagai seorang mahasiswa yang aktif dalam organisasi, tentunya memiliki berbagai
kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan program kerja masing-masing. Dalam
kegiatan-kegiatan tersebut, hal yang biasanya menjadi kendala adalah dana, dana,
dan dana. Tidak heran, sebab jaman sekarang uang memang seakan jadi raja. Dalam
memenuhi kebutuhan dana tersebut, solusinya adalah pencarian dana.
Ada
berbagai cara yang selama ini saya perhatikan di kampus saya. Misalnya
berjualan kue-kue, minuman, stiker, dan kertas kecil dengan beberapa tulisan
seadanya yang mereka namakan sebagai tiket bazaar. Ada juga dengan cara bekerja
sama dengan pihak kafe untuk menjual makanan di kafe itu yang biasanya disebut
bazaar. Cara-cara tersebut menjadi favorit hampir di semua kegiatan pencarian
dana yang pernah saya amati di kampus merahku. Dan dari penuturan teman-teman
saya yang berkuliah di kampus lain, sepertinya cara-cara itu tak jauh beda.
Namun
hal yang membuat hati kecil saya tergelitik ketika cara-cara tersebut dilakukan
dengan bijak. Para pencari dana tersebut mengambil keuntungan 100% bahkan
lebih. Misalnya saja kue seharga Rp.1.250 per buah akan dijual seharga
Rp.3.000. Stiker dengan biaya sekitar Rp.3.000 dijual seharga Rp.6.000. Bahkan
di kafe tempat bazaar, harganya bisa jauh lebih tinggi. Dan yang paling membuat
saya bingung adalah adanya kertas yang mereka namakan tiket untuk bazaar
tersebut lalu dijual ke 0rang-orang dengan harga Rp.2.000 hingga Rp.5.000.
Padahal yang membeli juga belum tentu mau hadir di bazar itu. Kalau tidak mau
datang, kenapa beli ? ini bisa terjadi ketika seorang menjual tiket kepada
temannya dan apabila temannya tidak mau datang, dia akan menyuruhnya membeli
dengan alasan sebagai tanda pertemanan, dan berjanji bila temannya suatu saat
yang mengadakan bazaar, dia akan membeli tiketnya juga. Mereka para pencari
dana hanya mencari orang-orang yang ingin
menukar kertas itu dengan uang miliknya. Sejatinya, kertas itu tak
bernilai apa-apa, sebab di lokasi bazaar, faktanya tanpa tiket pun anda bisa
masuk. Nah, esensi tiketnya di mana ?
Memang,
secara kasat mata hal di atas sah-sah saja. Mereka yang membeli dengan harga
tinggi itu kan membeli dengan uangnya sendiri dan tanpa paksaan. Tapi biasanya
orang yang membeli ini adalah teman atau kenalan dari si penjual yang dirayu
untuk membelinya. Bila yang membeli orang lain, maka alasanya lebih ke tidak
enak atau memang lagi lapar benar atau yang lainnya yang intinya pada keadaan
normal tidak mungkin kita akan membeli barang yang harganya dua kali lipat
dibandingkan harga wajar begitu saja.
Saya
tidak ingin membahas ini lebih jauh, nanti justru malah tidak membangun. Saya
ingin menyampaikan uneg-uneg saya. Kenapa pencarian dana itu selalu terkesan
asal dapat duit ? Kenapa tidak memikirkan pembeli ? seakan-akan kita sedang
mencari target buruan dan pembeli adalah mangsa kita. Marilah kita memikirkan
cara agar bukan cuma kita yang enak, tapi pembeli juga enak. Saya tahu,
kegiatan butuh dana yang tidak sedikit. Saya tidak menyarankan agar harganya
dimurahkan. Mari membuat produk jualan kita menjadi layak untuk mendapat
predikat mahal. Misalnya kue yang kita
jual lebih enak dari yang lain, atau memberi kantong plastik atau pembungkus
sehingga kuenya tidak mesti dimakan di tempat atau yang lebih parah dimakan
sambil jalan. Bisa juga dengan menjual air mieral gelas dengan harga normal
agar pembeli juga bisa membelinya, sehingga mereka merasa nyaman. Pokoknya,
mari buat pelayanan yang sesuai dengan mahalnya itu.
Begitu
pula dengan bazaar, buatlah tiketnya tidak asal jadi. Desainlah dengan tampilan
yang semenarik mungkin. Bila si pembeli tiket tidak datang, setidaknya dia
mempunyai tiket yang unik dan bisa jadi kesan tersendiri sehingga harkat tiket
itu naik dari sekedar kertas kecil tanpa arti. Dalam lokasi bazaar, berikan
pelayanan lebih pada pelanggan dari sekedar jualan biasa. Misalnya dengan
menyediakan serbet di tiap meja, memberi minuman gratis misalnya teh, memberi
hiburan lagu, dan sebagainya. Dengan demikian, walaupun mahal, orang akan
tertarik.
Di akhir
tulisan ini saya mengharapkan teman-teman yang mencari dana agar lebih
meningkatkan kreativitasnya dalam mengumpulkan pundi-pundi uang tersebut. Saya
yakin kita semua punya ide-ide yang cemerlang yang jauh lebih baik dari contoh
ide saya di atas asalkan kita mau sejenak merenung memikirkan hal ini, bukan
sekedar mengutamakan egoisme kita dalam memperoleh dana.
Komentar
Posting Komentar
Sesederhana apapun idemu kemudian dituliskan dengan jujur, it's something.