Pemutih Gigi - Cerpen Kiriman Pembaca
From admin :
Alhamdulillah, sahabat penulis, kali ini kita dapat kiriman dari sahabat kita. Dia mengirimkan satu cerpen yang sangat menarik. Gaya bahasanya asyik dan perpaduan paragrafnya oke. Dia bercerita tentang pengalamannya dengan pemutih gigi. Hmm,,, wah, aku kira baju aja yang diputihin..... Oia, buat kalian yang juga punya tulisan, entah itu cerpen, puisi, tips, dll yang ORIGINAL buatan kalian atau teman kalian, bisa kirimkan ke sini juga lho..... Yaudah, yuk simak ceritanya.....
PEMUTIH GIGI
Aku mulai pasrah. Semangat hidupku kini berkurang 0,1%
dari 100%. Aku berjalan keluar dari klinik. Masih teringat jelas akan diagnosa
yang baru saja aku dapat dari dokter spesialis langganan tetangga.
“Sering makan
apa saja kalau di rumah?”
“Lebih seringnya, sih, teh, dok. Teh manis, teh herbal
dan teh hitam!” jawabku tanpa dosa.
“Nah! Kurangi konsumsi manis dan teh,”
“Tapi, dok. Gigiku sudah terlanjur kuning,”
“Sudah tidak ada jalan lagi selain mengurangi konsumsi
manis dan teh. Saya yakin selamanya gigimu akan tetap menguning. Tapi,
Bleaching dan Veener gigi mau? Harganya sekitar dua juta,” aku terkejut
mendengar tiga kata terakhir dokter. Huff.. Lebih baik uang itu aku tabung
untuk membeli hp keluaran terbaru nantinya. Eh.
***
Cuaca pagi yang cerah tidak bisa mengalahkan kerisauan
hatiku. Aku melihat cermin kecil milik Rara dan memandangi secara detail
rentetan gigi. Tidak ada masalah. Gigiku bersih tanpa noda. Hanya sedikit
kuning yang tentu saja membuatku tidak nyaman dan kurang pede. Ugh!
“Erin, lo kenapa, sih?” tanya Rara. Aku hanya
menggeleng mengisyaratkan ‘tidak apa-apa’ kepada Rara, “Muka lo kenapa kusut
gitu? Biasanya setiap pagi lo senyum-senyum nggak jelas, Rin. Kenapa, sih?!”
lanjutnya.
“Gigi gue, Ra. Kemarin gue ke dokter gigi langganan
tetangga gue. Dokter bilang kalau gigi gue nggak bisa putih lagi. Bisa, sih,
tapi harus lewat Veener gigi. Itu kan mahal, Ra. Hiks,”
“Hahaha... Cuma gara-gara itu lo jadi sedih?”
Ah, Rara nggak akan pernah tahu betapa kacaunya hari
ini hanya karena gigi kuningku. Rara malah tertawa keras dan memandangiku
sebagai orang yang berlebihan.
“Santai aja kali, Rin! Coba, deh, lo buka youtube, di
sana banyak tutorial memutihkan gigi,”
“Apasih. Gue
nggak percaya. Dokter aja kemarin bilang kalau gigi gue nggak bisa putih lagi
kalau gue nggak pake veener atau bleaching,”
“Udah, deh, Rin! Percaya sama gue. Cepetan gih buka
youtube sekarang,”
Aku pun menuruti nasihat Erin. Aku mengacak-acak tasku
untuk mengambil laptop dan modem. Segera kutancapkan modem di bagian kanan
laptop. Tanganku bergerak cepat dan tak sabar untuk mengetik domain youtube di
kolom google chrome yang tersedia di layar.
Rara segera menarik laptop yang berada di hadapanku.
Ia mulai mengetik keyword dan menunjukkan kepadaku. Enter! Yes. Terlihat
deretan vertikal video-video menggiurkan.
“Wuih! Yang ini, nih! Kayaknya meyakinkan,” kata Rara
yakin.
“Ih, lo sok tau, Ra!” Tanpa pikir panjang Rara
mengklik video yang berada di urutan nomor satu.
Walaupun aku tidak begitu mempercayai omongan Rara
tentang tutorial tersebut, tapi tetap saja aku memperhatikan video dengan
serius tanpa memperdulikan teman-teman yang sedari tadi menyapaku. Aku hanya
mengangguk dan tersenyum tanpa melihat mereka. Tapi aku yakin, senyumku kepada
mereka sangat tulus. Ehm.
Di layar laptop
terlihat seorang perempuan cantik. Dia memeragakan bagaimana cara memutihkan
gigi. Dimulai dari memperlihatkan bahan-bahan yang akan ia gunakan. Lalu
mencampurkan semua bahan. Selanjutnya, perempuan cantik itu mulai menyikat gigi
dengan bahan yang sudah tercampur tersebut. Dan, YA! Setelah perempuan itu
menyikat gigi dengan barang percobaannya itu, gigi yang semula bewarna kuning dan
banyak noda pun menjadi putih kinclong. WAH!
“Tuh! Gimana, Ra? Keren, kan?”
“Wah iya, Rin! Sederhana pula! Eh tapi, baking soda
kalau dicampur sama jeruk lemon bukannya berbahaya, ya, Ra? Kebayang deh waktu
sikat gigi pake begituan pasti ngilu banget!”
“Udah, deh, Rin! Lo tuh anak bahasa nggak usah
capek-capek mikirin kayak begituan. Oke?”
Ah, benar juga kata Rara. Aku pun segera menutup
laptop dan menyimpannya kembali ke dalam tas. Hua.. Nggak sabar buat beli jeruk lemon dan baking soda! Nggak sabar lihat
gigiku kembali putih. Nanti kalau gigiku udah putih, bakal aku pamerin ke
dokter yang kemarin deh! Hahahahaha... batinku.
***
Jeruk lemon, garam dan baking soda sekarang sudah
berada di tanganku. Aku mulai meramu ketiga bahan tersebut. Dimulai dengan
menyediakan satu sendok teh baking soda ke dalam mangkuk kecil. Lalu membelah
jeruk lemon tersebut menjadi dua bagian. Satu bagian aku peras untuk
dicampurkan ke dalam mangkuk bersama baking soda dan garam.
Shhh... Suara seperti soda menggelitik tanganku untuk
segera mengaduknya. Ketiga bahan yang awalnya hanya seperti air biasa, kini
berubah menjadi sedikit lebih kental seperti pasta gigi.
Sreak... srek.. srek...
Aku mulai menyikat gigiku dengan ramuan seperti di tutorial
youtube. Huff... Nggak asik, nih, sikat gigi tanpa busa.
“Duh. Sakit juga sikat gigi tanpa busa. Aw! Rasanya
asam banget. Huekk.”
Aku mencoba menyembunyikan sakit di sela-sela gigi.
Apalagi rasa asam jeruk lemon membuatku ingin memuntahkan semua isi perutku.
Hiii..
“Tahan, Rin... Tahan. Demi gigi lo bisa putih lagi
kayak dulu,” kataku bermonolog untuk menghibur diri sendiri.
Huekk.. hueeekk...
Setelah menahan sakit dan muntah, akhirnya aku
berkumur untuk menghilangkan rasa asam yang menempel di lidah. Aku segera
menuju ke kamar untuk tidur. Mungkin saja besok pagi setelah bangun tidur
gigiku sudah putih kinclong seperti yang di tutorial video tadi siang. Hehe
***
Dengan setengah mata terbuka, aku menyembulkan
kepalaku keluar jendela. Cahaya matahari begitu terik menyinari pagi ini.
“Astaghfirullah... matahari kenapa udah terik kayak
gini?”
Aku melihat jam wekker warna merah di atas tumpukan
kertas di rak buku. What? Jam enam? Aku segera berlari untuk mengambil air
wudhu untuk melaksanakan sholat subuh. Haduuuhh...
telat. Ini pasti gara-gara tadi malam kelamaan meramu, deh! Allah masih
menerima sholatku nggak, ya? Huhu.
Setelah melaksanakan sholat subuh aku segera bergegas
untuk mandi. Lalu membereskan kamar dan pergi sekolah. Ah, lebih baik aku makan
di kantin saja daripada aku telat berangkat sekolah. Huff.. Aku jadi merasa
bersalah dengan Ayah dan Ibu karena tidak bisa sarapan bersama mereka.
***
“Assalamu’alaikum, Erin!” sapa Rara.
“Wa’alaikumsalam, Ra!”
“Weits.. Apa kabar, Rin? Gimana ritual lo tadi malam?”
“Hehe. Sukses, Ra. Yah walaupun harus nahan sakit dan
nahan mual. Hehe. Makasih ya, Ra!”
“Sama-sama. Yaudah kantin, yuk!”
Oh iya, aku belum mengecek gigiku setelah tadi malam
menggunakan ramuan tersebut. Aku hanya menyikat gigiku tanpa melihatnya di
cermin. Wah sekarang pasti gigiku sudah terlihat lebih putih. Jadi pede, deh,
sekarang mau senyum selebar apa.
Kami mengambil sederet makanan yang sudah disediakan
di meja kantin. Aku memilih satu empal daging dan sepiring nasi, sedangkan Rara
memilih ayam goreng.
Nyut... nyut..
“Duh, gigi gue kenapa sakit gini, Ra?”
“Bengkak mungkin, Rin,”
“Nggak, kok. Gusi bagian luar biasa aja. Tapi yang
bagian dalam, nih, sakit nyut-nyut gitu. Ini pasti gara-gara tutorial video
kemarin, Ra!”
“Nggak mungkin! Model turitorialnya baik-baik aja tuh
pake jeruk lemon dan baking soda!”
“Ih, tapi ini sakit banget, Ra!”
“Kok lo jadi nyalahin gue, sih, Rin? Yaudah! Nanti
waktu istirahat kita ke laboratorium gimana? Lo bawa jeruk lemonnya, kan?”
“Iya, tapi gue nggak bawa baking soda dan garam, Ra,”
“Minta kantin kan bisa, Rin!”
Mood pagi ini seketika berubah. Empal yang sudah aku ambil
pun hanya bisa kupandangi dengan menahan denyutan gusi bagian dalam.
***
Pelajaran pertama hari ini adalah Antropologi,
pelajaran favoritku. Biasanya aku tak seperti ini. Jiwa dan pikiranku terpisah.
Aku menahan rasa ngilu di gigiku. Dari kemarin aku tidak bisa berkonsentrasi
hanya karena masalah gigi. Bedanya, kemarin aku memikirkan bagaimana memutihkan
gigi, tapi sekarang aku berpikir hal apa yang membuat gigiku ngilu seperti ini.
“Ih, Ra! Ini kapan istirahatnya? Ngilu banget, nih!”
“Duh, bentar lagi juga istirahat, Rin,”
It’s time to
begin to the first break
Yas! Akhirnya setelah penantian dua jam yang sudah
seperti dua tahun ini berakhir. Aku segera mengambil jeruk lemon dan menuju ke
kantin. Rara yang nampaknya belum membereskan buku-bukunya aku paksa untuk
mengikuti langkahku.
“Bu, minta baking soda dan garam satu sendok boleh?”
“Boleh,”
Huff.. Untung penjaga kantinnya baik, coba kalau
tidak, pasti aku sudah dijadikan bakwan oleh beliau.
Aku menyeret tangan Rara kembali untuk menuju ke
laboratorium IPA. Terlihat di sana beberapa anak yang sedang melakukan praktik
kimia. Kebetulan ada mereka. Jadi aku tidak usah pusing untuk memilih gelas
mana yang aku gunakan untuk meneliti bahan kimia apa saja yang terdapat dalam
baking soda.
“Kebetulan ada kalian. Gue minta tolong dong. Jadi
gigi gue sakit gara-gara kemarin sikat gigi pake baking soda campur jeruk lemon
dan garam. Eh, paginya gigi malah sakit. Padahal niatnya mau mutihin gigi,
huhu.” Jelasku panjang lebar.
“Hahaha... lo aneh banget, sih, Rin!” celetuk Ratih
dari pojokan ruangan, “Nih, ya, biar gue jelasin,” lanjutnya dan mempersilahkan
aku dan Rara duduk di kursi lab, ”Waktu SMP gue pernah meneliti tentang baking
soda dan campuran jeruk. Jadi baking soda itu mengandung acidic dan alkaline
dengan jumlah yang cukup besar. Nah, karena kandungan dalam baking soda itulah
yang membuat gusimu sensitif. Padahal baking soda kalau dibiarkan terus menerus
mengendap, bakal menimbulkan luka bakar di gusimu,”
“Apa hubungannya dengan jeruk, Tih?”
“Nah, jeruk yang lo beli kadar asamnya terlalu tinggi.
Sedangkan gusi lo udah terbuka gara-gara baking soda yang mengendap semalaman
di gigi lo, Rin. Makanya gigi lo terasa ngilu banget.”
Rara yang sedari tadi duduk di sampingku hanya diam
dan berdecak kagum atas penjelasan Ratih.
“Tuh, kan, Ra! Gara-gara lo, sih, gigi gue jadi ngilu
kayak gini!”
“Ye... Makanya jadi orang tuh jangan gampang
terpengaruh sama orang lain. Apalagi kalau orang yang lo ikutin adalah orang
yang salah. Haha,” kata Rara tanpa merasa bersalah.
Aku pun tertawa setelah menyadari kesalahanku. Dengan
mudahnya aku terpengaruh tutorial video yang sudah jelas tidak bisa dibuktikan
kebenarannya. Lagi pula setelah aku kembali ke kelas, aku segera browsing
kembali tentang baking soda dan jeruk lemon. Ya, kedua bahan itu memang
dianjurkan bagi orang yang kecanduan wine dan rokok. Tapi alangkah baiknya niat
menggunakan kedua bahan tersebut dihindari.
“Di dunia ini nggak ada yang instan, Rin. Mie instan
aja masih harus direbus dulu. Hehe,” celetuk Rara dengan polosnya.
“Iya, deh,”
***
Penulis bernama Izza Ulya
Komentar
Posting Komentar
Sesederhana apapun idemu kemudian dituliskan dengan jujur, it's something.