Tere Liye Tidak Mau Memiliki Penggemar ?
Pagi ini, sebelum pukul sepuluh pagi, puluhan orang dari
berbagai kalangan mengerubunngi Aula Prof.Mattulada yang berada di Fakultas
Sastra Universitas Hasanuddin. Mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga masyarakat
umum berbondong-bondong untuk mengikuti bedah buku yang diadakan oleh Himpunan
Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin tersebut.
Bedah buku ini akan menggali lebih dalam dua buah buku
yang sangat fenomenal dan berani, karena
secara tersirat menggambarkan keadaan
ekonomi politik bangsa kita yang di tengah kesemrawutan. Novel itu ditulis oleh
Tere Liye, seorang penulis buku-buku best seller yang mengawali kesuksesannya
dengan novel “Hafalan Shalat Delisa”, pada awalnya novelnya bertema remaja dan
keluarga, namun semakin lama dia yang
memiliki genre yang beragam. Bukunya yang akan dibedah berbeda seratus delapan
puluh derajat, yaitu novel bergenre ekonomi politik. Buku-buku itu adalah novel
“Negeri Para Bedebah” dan sekuelnya, “Negeri di Ujung Tanduk”.
Kedua novel tersebut menceritakan tentang keadaan bangsa
Indonesia yang dipenuhi intrik politik dan ekonomi. Walaupun secara tegas
dikatakan bahwa itu hanyalah fiksi, namun daopat kita perhatikan bahwa keadaan negeri
di novel tersebut adalah indonesia. Hanya saja, dengan nama-nama tokoh,
lembaga, dan perusahaan yang dirubah.
Namun dalam kesempatan ini Bang Tere, sapaan akrab Tere
liye, dia mengatakan bahwa dia selama karirnya sangat menghindari yang namanya
bedaah buku. Hanya ada dua bedah buku dalam setahun terakhir yang pernah ia hadiri, yaitu di Fakultas
Ekonomi dan Universitas Hasanuddin yang dilaksanakan hari ini. Adapun kegiatan-kegiatan lain yang ia
hadiri adalah pelatihan kepenulisan. Menurutnya, bedah buku hanya akan membuat
penulisnya dikeren-kerankan, difans-fan-kan, dan ia tidak suka itu. Ia akhirnya
menghadiri acara di unhas ini setelah panitia menjelaskan bahwa acara ini bukan
sekedar bedah buku, namun juga sebagai motivasi untuk anak Makassar.
Sebenarnya, menurut pengamatan saya pribadi, acara
tersebut lebih ke acara bincang-bincang bersama Bang Tere dibandingkan bedah
buku. Sebab, para pembedah yang berasal dari mahasiswa Fakultas Teknik Unhas hanya
membahas buku-buku itu secara general, tidak mendalam. Mereka pun mengakui,
mereka membedahnya secara sudut pandang mereka, tidak membahasnya secara
sastrawi. Setelah sesi bedah buku yang singkat, sesi tanya jawab dibuka dan
terlihat antusiasme peserta yang didominasi kaum hawa dari berbagai kalangan. Mereka
bertanya tentang tips menulis, tentang sikap bang tere terhadap negara, bahkan
hingga sekedar bertanya siapakah sebanarnya yang disukai oleh seorang tokoh
dalam salah satu novel bang tere.
Tere Liye menjawab salah satu pertanyaan peserta bedah buku (8/10) di Unhas.
Dari tanya jawab ini terungkap beberapa hal. Pertama,
alasan bang Tere memb
uat novel dngan genre yang beragam dan bahkan berbeda
jauh. Dia mengatakan bahwa pembaca Indonesia sudah memiliki terlalu banyak
novel dengan genre yang itu-itu saja, tidak ada keberagaman. Padahal, seorang
penulis, menurutnya, dituntut untuk memberikan khasanah bacaan yang tidak
monoton pada para pembacanya. Yang lebih unik, Bang tere tidak suka, bahkan
melarang orang-orang yang menyukai karyanya menyebut diri mereka sebagai
penggemar atau fans. Dia lebih suka bila mereka menyebut diri mereka sebagai
penyuka karya bang tere. Selain itu terungkap pula bahwa novel “Daun Yang Jatuh
Tak Pernah Membenci Angin” ternyata memiliki sekuel. Nemun sayang, secara tegas
abang mengatakan bahwa novel itu tak akan diterbitkan. Novel itu sebdiri
tersimpan di laptopnya.”kalian akan mengerti alasan saya mengapa membatalkan
penerbitan novel ini bila kalian telah menjadi penulis dengan pemahaman baik,
kalian akan mengerti jika merasakannya sendiri”. Kurang lebih begitu alasan
bang tere. Sepertinya, anak yang masih amatiran seperti saya masih jauh untuk
memahami alasan Bang Tere.
Acara tersebut juga disediakan sesi tanda tangan buku dan
hiburan oleh mahasiswa sipil Unhas. Kelompok musik menyanyikan lagu Panggung
Sandiwara dan Ibu Pertiwi dengan begitu penghayatan sehingga membuat para
peserta terenyuh. Selain itu ada pula nyanyian mars Teknik dan mars Sipil
Unhas.
Komentar
Posting Komentar
Sesederhana apapun idemu kemudian dituliskan dengan jujur, it's something.