Review Film Soekarno (Versi Hanung . B)

Yes, setelah kemarin kurang puas melihat film 'Soekarno : Ketika Bung di Ende' karena klimaksnya yang nggak dapet, akhirnya hari ini aku bisa menonton film Soekarno lagi, ini karya Hanung Bramantyo, man. Tangan dinginnnya sudah tentu akan membuat hasil yang mengesankan, seperti film-filmnya terdahulu, sebut saja Ayat-Ayat Cinta, Sang Pencerah, dan Wanita Berkalung Sorban. Aku yakin film ini akan menggambarkan Soekarno dengan hebat.



Sebelum film dimulai tiba-tiba ada tulisan di layar yang menuruh kami berdiri. Wah, ternyata kita harus menyanyikan lagu Indonesia Raya dulu. Pembukaan yang seru !

Film ini diawali dengan lagu keroncong, Terang Bulan. Saya sendiri merasa ada unsur sindiran terhadap Malaysia di sini, sebab nada lagu tersebut mirip lagu kebangsaan mereka. Tapi itu tidak terlalu mengambil pikiran saya. Mungkin saja Mas Hanung kebetulan memilih lagu itu entah dengan alasan apa. Film lalu mengisahkan Soekarno kecil, ketika namanya Koesno diganti menjadi Soekarno melalui upacara adat jawa yang khas. Soekarno kecil yang merupakan anak bangsawan melihat dunia sekeliling yang saat itu dijajah Belanda dengan prihatin, tapi beliau nggak sampai bikin tweet kok. Dia merasa bangsa Indonesia tak pantas biloa menjadi kaum rendahan di negeri sendiri. Disinilah mungkin dia berniat untuk memerdekakan Indonesia segera.

Mungkin menurut Hanung teema asmara akan membuat film Soekarno lebih hidup. Di masa remaja, dia memiliki pacar yang berasal dari golongan Belanda. Hubungan mereka tak berjalan mulus sebab ayah gadis itu menolak dia mentah-mentah. Lalu, Hanung juga sering menampilkan keromantisan Soekarno dan istrinya, Inggit. Ketika Soekarno sedang bimbang, kalau istilah sekarang, galau, Inggit dengan sigap akan menjadi istri pendukung suami yang hebat, selalu memotivasi. Ada juga kisah cinta segitiga antara Soekarno, Inggit, dan Fatmawati. Fatmawati yang dikenalnya di Bengkulu saat dia menjadi guru yang mengajarnya ternyata menjadi dekat dengan Soekarno. Lalu muncullah kecmburuan di hati Inggit,, hmmm,,, malas melanjutkannnya soalnya udah kayak sinetron.

Hanung juga sepertinya sudah semakin humoris sekarang, meski menurut saya terlalu lucu untuk film teladan ini. Hal ini terlihat dari beberapa scene yang menampilkan humor-humor di dalamnya. Saya kurang tahu ini humor jenis apa, humornya bukan berupa kata-kata lucu, tapi tingkah lucu cnderung 'bodoh' oleh pemiannya. Contoh yang paling lucu menurrtku adalah saat penjaga pintu ruangan di kediaman Syahrir, setelah melaporkan pada Syahrir bahwa teks proklamasi telah dibuat, dia kembali ke luar, namun baru di pintu dia kembali lagi bertanya pada Syahrir, stetlah dijawab, dia menuju ke pintu., Sampai di pintu dia kembali lagi karena mau bertanya lagi. Lalu ia kembali lagi. Sampai di pintu, penonton mungkin berfifkir dia akan kembali lagi dan membuat Syahrir kesal, atau berfikir dia akan keluar dengan lancar. Namun, di pintu ia terhalang karena pintunya macet. Dicoba digerak-gerakkan gagangnya tak bisa juga. Tingkah ini membuat penonton terpingkal, hingga akhirnya ia bisa keluar dengan tampang tanpa dosa.

Film ini secara kesluruhan menurutku bagus. Sebab didukung oleh pemain-pemain dngan jam terbang tinggi, yakni Aryo Bayu, Lukman Sardi ( My Favorite ) , dan Tika Bravani, serta Tanta Ginting. Semuanya mampu memerankan tokoh masing-masing dengan baik. Efek yang digunakan untuk menggambarkan masa lalu juga keren.

Namun, ada hal yang menururt saya akan menimbulkan kerancuan pada pemahaman penonton. Di film ini, hanung menggambarkan, menurut pandangan saya, ya, dia menggambarkan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari Jepang. Ini nampak dari komandan Jepang di Indonesia yang pernah menjanjikan kemerdekaan di Indonesia asalkan Indonesia mau membantu Jepang dalam peperangannya, namun tak terjadi sebab Jepang keburu dikalahkan oleh Sekutu dan menyerahkan kekuasaannya pada sekutu. Ini berarti Indonesia akan jatuh ke sekutu. Ini membuat Soekarno geram, tapi komandan Jepang itu tak mampu apa-apa dan menyuruh Soekarno menerima kekalahan saja. Namun, beberapa hari kemudian komandan itu kembali ke Soekarno dan mengatakan akan membantu Soekarno, dan menjamin kemananan Soekarno dan rakyat. Karena dukungan inilah Proklamasi akhirnya terlaksana, terlepas dari pengaruh golongan muda saat itu. Nah, di sini kesannya seakan-akan Jepanglah yang menjadi pembantu utama merdekanya Indonesia. Padahal jelas, itu tak benar, kan ?

Menutup tulisan ini, saya sangat menyarankan film ini untuk ditonton generasi muda, sebab sekarang tokoh teladan tak ada di negeri kita. Semoga Soekarno dapat kita teladani sifatnya yang baik.

Kalau kamu penasaran dengan filmnya, kamu bisa lihat trailernya di bawah ini.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Begini Rasanya Wawancara S2 Unpad

Yuk, Teladani Sang Ayam Jantan dari Timur !

Kumpulan Cerbung "BUMI" karya Darwis Tere Liye